.

Pages

Sabtu, 11 Oktober 2014

OBAT TETES TELINGA

A.      PENDAHULUAN
1.     DEFINISI
•  FI III , hal 10
Tetes telinga adalah obat tetes yang digunakan untuk telinga dengan cara meneteskan obat ke dalam telinga. Kecuali dinyatakan lain, tetes telinga dibuat menggunakan cairan pembawa bukan air.
FI IV, hal 15
Larutan otik (tetes telinga) adalah larutan yang mengandung air atau gliserin atau pelarut lain dan bahan pendispersi, untuk penggunaan telinga luar.
Suspensi tetes telinga adalah sediaan cair mengandung partikel-partikel halus yang ditujukan untuk diteteskan pada telinga bagian luar. (FI IV,  hal 18)
The Pharmaceutical Codex, hal 158
Tetes telinga adalah larutan, suspensi, atau emulsi dari satu atau lebih zat aktif dalam air, dilarutkan dalam etanol, gliserin, propilenglikol, atau pembawa lain yang cocok.
BP 2002, hal 1865
Tetes telinga adalah larutan, emulsi, atau suspensi dari satu atau lebih bahan aktif dalam cairan pembawa yang sesuai untuk digunakan pada ‘auditory meatus’ tanpa menghasilkan tekanan yang berbahaya pada gendang telinga.

2.     BENTUK SEDIAAN
Bentuk sediaan tetes telinga bisa berupa larutan, suspensi, dan emulsi. Bentuk sediaan yang paling banyak digunakan adalah bentuk larutan (Ansel, 567).

3.     PENGGUNAAN (Repetitorium hal.45, Husa’s hal. 272-276, Ansel hal. 568-569)
a.   Melepaskan/melunakkan kotoran telinga
Kotoran telinga merupakan campuran sekresi kelenjar keringat dan kelenjar sebasea dari saluran telinga bagian luar. Pengeluaran kotoran ini kalau didiamkan akan menjadi kering, setengah padat yang lekat dan menahan sel-sel epitel, bulu yang terlepas serta debu atau benda-benda lain yang masuk telinga. Tumpukan kotoran ini bila berlebihan dapat menimbulkan gatal, rasa sakit, gangguan pendengaran, dan merupakan penghalang pemeriksaan otologik.
Bahan yang biasanya digunakan adalah minyak mineral encer, minyak nabati, H2O2,
kondensat TEA polipeptida oleat dalam propilenglikol, dan karbamida peroksida serta natrium bikarbonat dalam gliserin anhidrat. (Petunjuk Praktikum Steril, 15; Ansel, 567-568)
b.  Anti infeksi ringan
Antara lain kloramfenikol, kolistin sulfat, neomisin, polimiksin B sulfat, dan nistatin (Ansel, hal 567). Umumnya diformulasikan dalam propilenglikol atau gliserin anhidrat dan dikombinasikan dengan bahan analgetik dan anestesi lokal. Untuk infeksi akut diobati dengan antibiotika sistemik (Repetitorium, hal 45).
c.   Antiseptik dan anestesi
Antara lain fenol, AgNO3, lidokain HCl, dibukain, benzokain (Petunjuk Praktikum Steril, 15; Ansel, 568)
d.  Anti radang
Antara lain : hidrokortison dan deksametason natrium fosfat (Ansel, 569)
e.   Membersihkan telinga setelah pengobatan
Antara lain spiritus (Petunjuk Praktikum Steril, 15)
f.   Mengeringkan permukaan dalam telinga yang berair .Contoh : Al-asetat sebagai adstringen (Petunjuk Praktikum Steril, 15)

4.    FAKTOR PENTING
(Benny Logawa, Buku Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi Sediaan Steril, hal 9-14)
a.   Kelarutan
Data kelarutan menentukan jenis sediaan yang dibuat, jenis zat aktif yang dipilih, dan tonisitas larutan (jika pembawanya air).
b.   pH stabilita
Beberapa zat aktif akan terurai pada pH larutannya sehingga pH larutan diatur sampai mencapai pH stabilita zat aktif. pH stabilita adalah pH dimana penguraian zat aktif paling minimal sehingga diharapkan kerja farmakologi optimal dengan kerja sampingan minimal tercapai. pH stabilita dicapai dengan menambahkan asam encer seperti HCL encer atau asam bikarbonat, atau basa lemah.
c.   Stabilitas zat aktif
Data ini membantu menentukan jenis sediaan, jenis bahan pembawa, metoda sterilisasi atau cara pembuatan. Zat aktif dapat terurai, diantaranya oleh berbagai faktor seperti oksigen (oksidasi), air (hidrolisa), suhu (oksidasi), karbondioksida (turunnya pH larutan), cahaya (oksidasi), pelepasan alkali wadah (naiknya pH larutan), sesepora ion logam berat sebagai katalisator reaksi oksidasi. Jika zat aktif teroksidasi oleh oksigen, setelah air suling dididihkan dialiri gas nitrogen dan ke dalam larutan ditambah antioksidan. Jika zat aktif terurai oleh air maka alternatifnya :
  Dibuat dengan penambahan asam atau basa untuk mencapai pH stabilita atau dengan penambahan dapar. Jangka waktu penyimpanan sebaikanya diperhatikan.
     Memilih jenis pelarut dengan polaritas lebih rendah daripada air
     Sediaan dibuat dalam bentuk kering
Perlu diperhatikan apakah zat aktif dapat terpengaruh akibat cahaya matahari. Sesepora ion Logam berat diatasi dengan penambahan zat pengompleks. Jenis wadah pun harus diperhatikan.
d.   Tak tersatukannya zat aktif
Ditinjau secara kimia biasanya disebabkan oleh perbedaan pH stabilitas, keasaman atau kebasaan. Jika perbedaan > dari 1 skala pH disarankan agar sediaan dibuat terpisah. Secara fisika umumnya berupa campuran eutektik, kristalisasi kembali zat aktif dari larutan jenuhnya, perbedaan kelarutan (diatasi dengan mensuspensikan salah satu zat aktif ke dalam zat aktif lainnya dengan asumsi bahwa kombinasi keduanya memang dibutuhkan). Secara farmol, dapat berupa kerja antagonis atau sinergis dengan kemungkinan tercapainya efek toksik. 2 zat aktif antagonis terkadang tak perlu dipisahkan pembuatannya jika dosis keduanya terpaut jauh. Kombinasi antagonis dipisahkan pembuatannya jika dosis yang diminta sama banyak.
e.   Dosis
f.    Bahan pembantu
Perlu diperhatikan kelarutan eksipien dimana disesuaikan dengan kelarutan zat aktif. pH eksipien juga disesuaikan dengan pH stabilita zat aktif agar efek optimal.

B.      FORMULASI
1.    FORMULA UMUM
R/ Zat aktif
Bahan tambahan :   -   Pengental
                                   -   Pensuspensi (untuk bentuk sediaan suspensi)
                                   -   Pengawet
                                   -   Antioksidan
                                   -   Dll
Pelarut/ cairan pembawa

2.   TEORI BAHAN PEMBANTU
a.   Cairan pembawa/pelarut
Digunakan cairan yang mempunyai kekentalan yang cocok agar mudah menempel pada dinding telinga. Umumnya digunakan propilenglikol atau gliserin. Keuntungan pelarut ini adalah karena viskositas yang cukup tinggi hingga kontak dengan permukaan mukosa telinga akan lebih lama (Art of Compounding him 257).
Sifat higroskopis dari pelarut ini menyebabkan terjadinya proses penarikan lembab sehingga mengurangi pembengkakan jaringan dan pertumbuhan mikroorganisme dengan cara membuang lembab yang tersedia untuk proses kehidupan mikroorganisme yang ada. Selain itu dapat juga dipakai etanol 90%, heksilen glikol, dan minyak lemak nabati (Ansel him 569).
(Repetitorium) Ex : kloramfenikol (kelarutan dalam air 1 : 400 dan dalam propilenglikol 1 : 7), maka dipakai pelarut propilenglikol untuk memperoleh larutan obat tetes telinga yang efektif dan cukup kental.
b.   Pensuspensi (FI III, hal 10)
Dapat digunakan sorbitan (Span), polisorbat (Tween) atau surfaktan lain yang cocok
c.   Pengental
Dapat ditambahkan pengental agar viskositas larutan cukup kental. Viskositas larutan yang meninggi membantu memperkuat kontak antara sediaan dengan permukaan yang terkena infeksi/mukosa telinga.
d.   Pengawet (The Pharmaceutical Codex; Ansel, 569)
Pengawet umumnya ditambahkan ke dalam sediaan tetes telinga, kecuali sediaan itu sendiri memiliki aktivitas antimikroba (The Pharmaceutieal Codex hlm 158). Pengawet yang biasanya digunakan adalah klorobutanol (0,5%), timerosal (0,01%), dan kombinasi paraben-paraben (Ansel him 569). Bila aktivitas antinikroba didapat dari Zat Aktif, harus tetap digunakan pengawet,kecuali aktivitas antimikroba didapat dari eksipient yang lain.
e.   Antioksidan (Ansel hal. 569)
Jika diperlukan antioksidan dapat ditambahkan ke dalam sediaan tetes telinga, misalnya Nadisulfida/Na-bisulfit.
f.    Keasaman-kebasaan
Kecuali dinyatakan lain pH larutan antara 5,0-6,0. (FI III, hal 10) Sedangkan pada “The Art of Compound, hal. 257” disebutkan bahwa pH optimum larutan air untuk pengobatan telinga adalah 5-7,8. Umumnya tidak dikenhendaki dalam suasana basa karena tak fisiologis dan malah memberikan medium optimum untuk pertumbuhan bakteri/terjadi infeksi.
g.   Tonisitas & Sterilisasi
Tidak mutlak diperlukan, sebaiknya steril.
h.   Viskositas
Harus kental agar dapat lebih lama bertahan di telinga.
           
C.     METODE DAN PROSEDUR PEMBUATAN
Disesuaikan dengan jenis sediaannya (larutan, suspensi, atau emulsi).
Prosedur pembuatan tetes telinga
1.    Semua zat ditimbang pada kaca arloji sesuai dengan formula dan segera dilarutkan dengan aqua bidestilata (hati-hati bila pembawa OTT yang akan digunakan bukan aquabidest, mungkin tampak lebih cocok bila dilarutkan dalam pembawa) secukupnya. Jika terdapat beberapa zat, maka segera dilarutkan sebelum menimbang zat berikutnya. (Sangat tidak memungkinkan pada ujian praktek coz ruang timbang ada di luar ruangan steril, so tampak harus timbang semua zat dulu, baru dicampur-campur di ruang steril disesuaikan dengan metide sterilisasi yang akan digunakan)
2.   Semua bahan dimasukkan ke dalam gelas piala yang dilengkapi dengan batang pengaduk, dan  dilarutkan dalam aqua bidestilata. Kaca arloji dibilas dengan aqua bidestilata minimal sebanyak dua kali.
3.   Setelah zat larut, larutan tersebut dituang ke dalam gelas ukur hingga volume tertentu di bawah volume yang seharusnya dibuat (contoh : jika dibuat 100 mL larutan, larutan dalam gelas ukur diatur tepat hingga 75 mL _ ini maksudnya + 25mL digunakan untuk membilas-bilas wadah yang digunakan, sehingga bisa meminimalkan kehilangan zat aktif, misal melekat pada wadah; selengkapnya bisa dilihat di Buku Petunjuk Praktikum Steril hlm 25) Suspensi tetes telinga secara aseptis, diisikan langsung dari gelas ukur ke dalam botol steril yang telah dikalibrasi. Tutup dengan pipet tetesnya kemudian dipasang. (mengacu pada pembuatan suspensi tetes mata di Petunjuk Praktikum Steril hlm 36). Petunjuk Praktikum Likuida & Semisolida, hal 34 ; Pembuatan sediaan suspensi steril dilakukan secara aseptik, di mana semua bahan yang akan dibuat sediaan disterilisasi dulu dengan cara yang sesuai, kemudian dicampur di bawah Laminar Air Flow.
Penandaan pada etiket harus juga tertera ’Tidak boleh digunakan lebih dari 1 bulan setelah tutup dibuka’

D.     EVALUASI DAN PENYIMPANAN
Evaluasi untuk sediaan obat tetes telinga disesuaikan dengan bentuk sediaannya, apakah larutan,suspensi, atau emulsi. Untuk itu dapat dilihat pada evaluasi sediaan larutan, suspensi, atau emulsi. Jika dipersyaratkan steril,maka dilakukan juga uji sterilitas (FI IV hal. 855). Lihat evaluasi OTM!

E.       WADAH/PENGEMASAN
Preparat telinga biasanya dikemas dalam wadah gelas atau plastik berukuran kecil (5-15mL) dengan memakai alat penetes. (Ansel, 569)

F.       SEDIAAN DI PUSTAKA
1.    CONTOH FORMULA
a.     Tetes telinga kloramfenikol (Fornas, hal. 64)
Kloramfenikol                                               1 g
Propilenglikol hingga                                 10 mL
b.     Tetes telinga Natrium subkarbonat (Fornas, hal. 207)
Natrium subkarbonat                               500 mg
Gliserin                                                          3 mL
Aquadest hingga                                         10 mL
c.      Tetes telinga fenol (Fornas, hal. 238)
Fenol liq.                                                         800 mg
Gliserin hingga                                             10 g
d.     Tetes telinga Hidrogenperoksida (Fornas, hal 157)
Hidrogen peroksida solutio dilutum         5 g
Etanol 90% hingga                                                 10 mL
e.      Tetes telinga Hidrokortison Oksitetrasiklin Polimiksina (Fornas, hal 154)
Oksitetrasiklin hidroklorida                     50 mg
Polimiksin B sulfat                                     100.000 UI
Hidrokortison asetas                                  150 mg
Pembawa yang cocok secukupnya
f.       Tetes telinga Kanamisin (Fornas, hal 171)
Kanamisina Sulfas                                      200 mg
Pembawa yang cocok hingga                     10 mL
g.     Tetes telinga Fenol (Husa’s, hal 275)
Fenol                                                               5%
Gliserin q.s                                                    30 cc
h.     Tetes telinga  Antipirin (Husa’s, hal 275)
Antipirin                                                        6%
Benzokain                                                      1,7%
Gliserol q.s                                                    30 cc
Contoh-contoh dari beberapa preparat telinga dalam perdagangan (Ansel hal. 570)
Nama produk

Pabrik
Pembuat
Bahan Aktif
Pembawa

Penggunaan/indikasi

Auralgan Otic
Solution
Ayerst
Antipirin,
Benzokain
Gliserin dehidrat
Otitis media akut


Cerumenex Drops
Purdue
Frederick
Trietanolamin,
polipeptida oleatkondensat
Propilenglikol
Unsur cerumenolitik
untuk membersihkan
kotoran telinga yang
terjepit

Chloromycetin
Otic
Parke-
Davis
Kloramfenikol
Propilenglikol
Antiinfeksi

Cortisporin
Otic Solution
Burroughs
Wellcome

Polimiksin B sulfat,
neomisin sulfat,
hidrokortison
Gliserin, propilen
glikol, air untuk
injeksi
Infeksi bakteri
Superficial

Debrox Drops
Marion
Karbamid
peroksida
Gliserin anhidrat
Pembersih lilin telinga

Metreton
Ophthalmic/Otic Solution
Schering
Na prednisolon
fosfat

air
Antiinflamasi


Otobiotic Otic
Solution
Schering
Polimiksin B sulfat
Propilenglikol,
gliserin, air
Infeksi bakteri
superficial

VoSol Otic
Solution
Wallace
Asam asetat
Propilenglikol
Antibakteri/antiifungi






2.   DAFTAR MONOGRAFI SEDIAAN TETES TELINGA
a.     FI IV
Kloramfenikol
b.     BP 2002
Minyak almon, 1924
Aluminium asetat, 1926
Kloramfenikol, 2012
Kolin salisilat, 2026
Hidrokortison asetat + neomisin, 2219
Olive Oil, 2353
Sodium bikarbonat, 2445
c.      USP NF 2004
1.      Larutan.
Asam asetat, 42
Asam asetat dan hidrokortison, 925
Antipirin dan benzokain, 162
Antipirin, benzokain, dan fenilefrin hidroklorida, 163
Kloramfenikol, 408
Hidrokortison, noemisin, dan polimiksin B sulfat, 1304
Hidrokortison dan polimiksin B sulfat, 1508
2.      Suspensi.
Kolistin, neomisin sulfat, dan hidrokortison asetat, 511
Hidrokortison, neomisin, dan polimiksin B sulfat, 1305

Hidrokortison dan neomisin sulfat, 1294

0 komentar:

Posting Komentar