PENDAHULUAN
Tekanan darah arteri sistemik, dihasilkan oleh
kontraksi ventrikel kiri dan resistensi dari arteri dan arterial. Tekanan darah
sistolik terjadi saat jantung memompakan darah ke sirkulasi sistemik, sedangkan
tekanan darah diastolik terjadi saat pengisian darah ke jantung. Selisih antara
Tekanan Darah Sistolik (TDS) dan Tekanan Darah Diastolik (TDD), disebut tekanan
nadi. Tekanan darah dikontrol oleh Cardiac Output (CO), dan resistensi perifer
total, serta bergantung kepada jantung, pembuluh darah, volume cairan
ekstraseluler, ginjal, sistem syaraf, dan faktor humoral. CO ditentukan oleh
stroke volume (isi sekuncup) dan frekuensi denyut jantung (heart rate).
Sumber: William B. Pharmacologic Treatment of Hypertension In:
Comprehensive Clinical Nephrology 4th ed. Floege J, Johnson RJ, Feehally J (eds).
Elsevier Sanders, St. Louis, Missouri 2010: 430-444
Resistensi
perifer total diatur oleh suatu mekanisme interaktif yang kompleks, meliputi
aktifitas baroreseptor dan sistem saraf simpatis, respons terhadap substansi neurohumoral
dan faktor-faktor endotel, respons miogenik dan proses interseluler.
DEFINISI
Hipertensi
adalah peningkatan tekanan darah secara menetap ≥ 140/90 mmHg. Klasifikasi
hipertensi dari JNC (the Joint National Committee) VII dan ESH (The European
Society of Hypertension) 2007, dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel
1. Klasifikasi tekanan darah dari JNC VII untuk dewasa
Tekanan Darah
|
TDS (mmHg) TDD (mmHg)
|
Normal
|
<120 dan
<80
|
Prehipertensi
|
120-139 atau
80-89
|
Hipertensi
|
|
-
Stage 1
-
Stage 2
|
140-159 atau 90-99
≥160 atau ≥ 100
|
Tabel
2. Klasifikasi ESH 2007 untuk tekanan darah
Kategori
|
Tekanan Darah Sistolik/ Tekanan Darah Diastolik
(mmHg)
|
Normotensi
|
|
-
Optimal
-
Normal
-
Normal Tinggi
|
<120/80
120-129/ 80-84
130-139/ 84-89
|
Hipertensi
|
|
- Grade 1 (Ringan)
- Grade 2 (Moderat)
- Grade 3 (Berat)
- Hipertensi Sistolik
Terisolasi
|
140-159/ 90-99
160-179/ 100-109
>180/ >110
>140/ <90
|
CARA
PENGUKURAN TEKANAN DARAH
Pengukuran
TD dilakukan sesuai dengan standar BSH (British Society of Hypertension),
menggunakan alat sphygmomanometer air raksa, digital atau anaeroid yang telah
ditera. Lakukan pemeriksaan setelah pasien duduk tenang selama 5 menit dengan
kaki menempel di lantai. Lengan disangga dan letakkan tensimeter setinggi
jantung. Gunakan manset yang sesuai, yang dapat melingkari sedikitnya 80%
lengan atas. TDS adalah saat bunyi mulai terdengar (fase 1, Korotkoff ) dan TDD
adalah saat dimana bunyi akan menghilang (fase 5 Korotkoff ). Pengukuran
dilakukan minimal dua kali setiap kunjungan.
Menurut
Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007 Kementerian Kesehatan RI, prevalensi
hipertensi di Indonesia pada usia diatas 18 tahun mencapai 29,8%. Prevalensi
ini semakin bertambah seiring dengan bertambahnya usia. Prevalensi hipertensi
pada golongan umur 55-64 tahun, 65-74 tahun dan >75 tahun, masing-masing
mencapai 53,7%, 63,5%, dan 67,3%. Riset ini juga menunjukkan bahwa sebanyak 76%
kasus hipertensi dalam masyarakat belum terdiagnosis.
JENIS
HIPERTENSI
Umumnya hipertensi dapat dibagi dalam 2 jenis yaitu :
Umumnya hipertensi dapat dibagi dalam 2 jenis yaitu :
Hipertensi
Primer (esensial). Hipertensi yang penyebabnya tak diketahui
pasti. Jenis hipertensi ini ditemukan pada 90%-95% dari seluruh kasus
hipertensi. Beberapa faktor risiko yang dihubungkan dengan hipertensi primer
(esensial) ialah faktor genetik, kelebihan asupan natrium, obesitas,
dislipidemia, asupan alkohol yang berlebih, aktifitas fisik yang kurang, dan
defisiensi vitamin D.
Hipertensi
Sekunder. Hipertensi yang penyebabnya dapat diidentifikasi.
Ditemukan pada 5%-10% dari seluruh kasus hipertensi. Beberapa keadaan yang
dapat menyebabkan hipertensi sekunder ialah penyakit ginjal primer, kontrasepsi
oral, obat-obatan (al. NSAID, antidepresan, steroid), hiperaldosteronisme primer,
feokromonistoma, stenosis arteri renalis, koarktasi aorta, dan obstructive
sleep apnea.
EVALUASI
Pasien dengan hipertensi harus dievaluasi
sebagai berikut:
1. Riwayat penyakit (kapan mulai, gejala yang
dirasakan, obat-obat yang diminum, termasuk kontrasepsi oral, keterlibatan
organ target, hipertensi dalam keluarga, serta adanya faktor-faktor risiko lain
dan penyakit kardiovaskuler);
2. Pemeriksaan fisik, yang bertujuan untuk
mengevaluasi adanya kerusakan organ target dan terdapatnya penyebab hipertensi
sekunder.;
3. Pemeriksaan laboratorium, meliputi hematokrit, urinalisis, gula darah, kreatinin serum, laju filtrasi glomerulus (eGFR),
profil lipid (kolesterol total, LDL, HDL, trigliserid), dan EKG.;
4. Beberapa pemeriksaan lain yaitu;
Mikroalbuminuria bila didapatkan DM; Ekokardiografi bila pada EKG ditemukan
hipertrofi ventrikel kiri, atau iskemia miokard, atau pada hipertensi
borderline; Elektrolit urin, analisis gas darah, aldosteron plasma, MRI abdomen
bila dicurigai hiperaldosteronisme primer; MRA arteri renalis bila dicurigai
adanya stenosis arteri renalis
PENGOBATAN
Dari berbagai penelitian klinik, pengobatan
dengan antihipertensi yang dibandingkan terhadap plasebo, dapat menurunkan
risiko infark miokard 25%, stroke 30%-40%, dan gagal jantung kongestif 50%.
Pengobatan nonfarmakologik. Pengobatan
hipertensi harus meliputi pengobatan nonfarmakologik yang disebut juga
modifikasi gaya hidup seperti terlihat pada tabel di samping ini.
Obat-obat hipertensi. Berbagai
guideline dan analisis meta, menyimpulkan bahwa besarnya penurunan tekanan
darah merupakan faktor utama dalam menurunkan risiko kardiovaskuler pada pasien
hipertensi, bukan jenis obat yang digunakan. Meskipun demikian terdapat
beberapa keadaan atau kondisi klinis yang mempengaruhi pemilihan obat-obat
tertentu seperti terlihat pada tabel dibawah ini.
MONOTERAPI
Pada pasien-pasien hipertensi dimana tidak ada
kondisi tertentu untuk pemilihan obat yang spesifik, maka obat yang dapat
dipakai sebagai monoterapi adalah diuretik tiazid dosis rendah, antagonis kalsium
dihidropiridin kerja-panjang, dan ACE-I atau ARB (penghambat reseptor
angiotensin II).
Tabel 3. Clinical Features Og The
Different Causes Of Secondary Hypertension
Disorder
|
Suggestive
Clinical Features
|
General
|
Severe
or resistant hypertension
|
An
acute rise of blood pressure over a previously stable value
|
|
Proven
age of onset before puberty
|
|
Age
less than 30 years with no family history of hypertension and no obesity
|
|
Renovascular
Disease
|
An
acute elevation in serum creatinine of at least 30 percent after administration
of ACE inhibitor of angiotensin II receptor blocker
|
Moderate
to severe hypertension in a patient with diffuse atherosclerosis, a
unilateral small kidney, or a symmetry in renal size of more than 1,5 cm that
can not be explained by another reason
|
|
Moderate
to severe hypertension in a patients with recurrent episodes of flash pulmonary
edema
|
|
Onsel
of stage II hypertension after age 55 years
|
|
Systolic
or diastolic bruit (not very sensitive)
|
|
Primary
Renal Diseases
|
Elevated
serum creatinine concentration
|
Abnormal
urinalysis
|
|
Oral
Contraceptives
|
New
elevation in blood pressure temporally related to use
|
Pheochromocytoma
|
Paroxysmal
elevations in blood pressure
|
Triad
of headache (usually pounding), palpitation and sweating
|
|
Primary
Aldosteronism
|
Unexplained hypokalemia with
urinary potassium wasting; however,more than one-half patients are normokalemic
|
Cushing's
syndrome
|
Cushingoid facies, central
obesity, proximal muscle weakness, and ecchymoses
|
May
have a history of glucoccorticoid use
|
|
Sleep
Apnea Syndrome
|
Primarily
seen in obese man who snore loudly while asleep
|
Daytime
somnolance and fatigue and morning confusion
|
|
Coarctation
of the Aorta
|
Hypertension in the arms with
diminished or delayed femoral pulse, and low or unobtainable
|
Left bracial pulse is
diminished and equal to the femoral pulse if origin of the left subclavian
artery is distal to the coarct
|
|
Hypothyroidisme
|
Symptoms
of hypotiroidism
|
Elevated
serum thyroid stimulating hormone
|
|
Primary
Hyperparathyroidism
|
Elevated
serum calcium
|
Pasien yang lebih muda mempunyai respon yang
lebih baik terhadap ACE-I atau ARB, dan penghambat beta (penghambat beta
biasanya tidak dipilih atau tidak digunakan sebagai monoterapi inisial bila
tidal terdapat indikasi spesifik karena kemungkinan meningkatnya kejadian kardiovaskuler,
terutama pada pasien usia lanjut). Pasien usia lanjut mempunyai respon yang
lebih baik terhadap diuretik tiazid atau antagonis kalsium dihidropiridin
kerjapanjang.
Perbedaan respon ini kemungkinan berhubungan dengan
kadar renin plasma yang lebih rendah pada pasien usia lanjut. Pada pasien usia lanjut
ini indikasi spesifik pemakaian ACE-I atau ARB adalah gagal jantung, kejadian
infark miokard sebelumnya, DM, dan adanya penyakit ginjal kronik dengan
proteinuria.
TERAPI KOMBINASI
Pemberian obat-obatan anti hipertensi dalam bentuk kombinasi direkomendasikan oleh
beberapa guidelines seperti JNC VII (2003), British Hypertension Society
(2004), dan European Societies of Hypertension and Cardiology (2010). Pemberian
dua macam obat sebagai terapi inisial disarankan bila didapatkan tekanan darah
lebih dari 20/10 mmHg diatas target tekanan darah yang ditentukan. Misalnya
bila target tekanan darah adalah <140/90 mmHg, maka terapi kombinasi dapat
mulai diberikan bila pada pasien tersebut dida-patkan tekanan darah ≥ 160/100
mmHg. Saat ini dipasaran sudah tersedia berbagai obat kombinasi dalam bentuk
fixed-dose. Keuntungan obat-obat fixed-dose
ini adalah dapat meningkatkan kepatuhan pasien untuk minum obat dan bila obat fixed-dose
ini tersedia dalam dosis yang rendah, maka
dapat menurunkan risiko efek samping. Umumnya obat yang dipakai dalam terapi
kombinasi adalah ACE-I atau ARB, dengan diuretik tiazid atau antagonis kalsium
dihi-dropiridin kerja-panjang.
Target penurunan tekanan darah
Umumnya
disepakati dua target penurunan tekanan darah:
1. Hipertensi tanpa komplikasi: target tekanan darah
adalah <140/90 mmHg
2. Hipertensi dengan risiko tinggi berupa adanya DM,
proteinuria, Penyakit Ginjal Kronik (PGK), penyakit kardiovaskular atau serebro
vaskuler. Target tekanan darah adalah <130/80 mmHg.
RINGKASAN
1. Untuk
menentukan tekanan darah, harus diikuti syarat-syarat yang telah ditetapkan
2. Bila
didapatkan hipertensi, dilakukan anamnesa riwayat penyakit, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan laboratorium untuk menentukan apakah terdapat komplikasi atau
kerusakan organ target
3. Pengobatan
pasien dengan hipertensi meliputi pengobatan non-farmakologik, dan pemberian
obat-obat anti hipertensi
4. Bila
tidak ada kondisi tertentu yang merupakan faktor risiko tinggi, obat yang dapat
dipakai sebagai terapi inisial adalah diuretik tiazid dosis rendah, antagonis
kalsium dihidropiridin kerja panjang, dan ACE-I atau ARB
5. Obat-obat
spesifik diberikan bila ditemukan kondisi tertentu yang merupakan faktor risiko
tinggi seperti DM, proteinuria, PGK, penyakit kardiovaskuler atau
serebrovaskuler.
6. Penting
untuk dijelaskan pada pasien bahwa pengobatan hipertensi adalah pengobatan yang
terus menerus, patuh mengkonsumsi obat anti-hipertensi, dan kontrol secara
teratur.
7. Pengobatan
hipertensi mempunyai target penurunan tekanan darah. Hal ini dimaksudkan untuk
mencegah terjadinya kerusakan organ target.
REFERENSI
1. Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of high
blood pressure. The JNC VII report. J Am Med Assoc 2003;289:2560-2574
2. Manuci G, De Backer G, Dominiczak A, Cifkova R,
Fogard R et al. 2007 ESH-ESC Practice Guidelines for the Management of Arterial
Hypertension. J of Hypert 2007;25:1751-1762
3. William B. Pharmacologic Treatment of Hypertension
In: Comprehensive Clinical Nephrology 4th ed. Floege J, Johnson RJ, Feehally J
(eds). Elsevier Sanders, St. Louis, Missouri 2010: 430-444
4. Neutel JM. The role of combination therapy in
the management of hypertension. NDT 2006;21:1496-1474
5. Kaplan NM, Domino FJ. Overview of hypertension in
adults. UptoDate version 19.3, January 2012
6. Mann JFE. Choice of therapy in essential hypertension:
Recommendations. Upto Date version 19.3, January 2012
0 komentar:
Posting Komentar