.

Pages

Sabtu, 11 Oktober 2014

KRIM STERIL

Apabila sediaan terutama ditujukan untuk penggunaan pada luka terbuka yang besar atau pada kulit yang terluka parah, maka krim harus steril. Sediaan harus memenuhi uji serilitas. (BP ’93 hal.756). Hal yang harus diperhatikan untuk sediaan krim steril antara lain adalah:

ü  Metode/prosedur pembuatan. (Van Duin).

Pembuatan basis krim steril :

Ø Semua bahan yang larut air ditempatkan dalam cawan dan disterilkan pada 115-116°C selama 30 menit.
Ø Semua bahan larut minyak ditempatkan pada cawan dan disterilkan pada suhu 170°C selama 1 jam dalam oven.
Ø Campur fasa minyak dan air dafam mortir, gerus hingga terbentuk basis krim yang homogen.

ü  Sterilitas : bila krim berlabel steril maka harus memenuhi uji sterilitas (BP ’93 hal.756, lihat lampiran XVI A)

ü  Penandaan : bila perlu krim tersebut steril (BP ’88 hal. 650)

ü  Memilih cara pemecahan masalah:

Ø Dengan mempertimbangkan zat aktif yang digunakan kemudian dipilih basis krim yang mungkin digunakan.
Ø Dengan pertimbangan stabilitas dispers zat aktif dan kemudahan untuk dioleskan, pilih formula basis
Ø Pilih zat tambahan yang diperlukan dengan mempertimbangkan ketersatuan dengan zat aktif dan basis.
Ø Untuk sediaan topikal, krim steril tidak perlu ditambahkan pewarna dan pewangi.
Ø Untuk sediaan krim steril, dibuat secara aseptik. Zat aktif, basis dan zat pembantu harus disterilkan.

ü  Merencanakan pelaksanaan persoalan:

Ø Formula
Ø Jumlah krim yang akan dibuat, diambah 250 g untuk evaluasi
Ø Penimbangan untuk zat aktif, basis dan zat tambahan
Ø Cara kerja, perhatikan untuk krim steril dan krim non steril. Lihat cara pembuatan krim
Ø Evaluasi krim
Ø Uji mutu sediaan akhir krim steril, lihat uji mutu sediaan krim + uji sterilitas (tek.far likuid & semisolid, penuntun prakt. Farfis, lachman teory dan praktek far. Industri, martin farfis, FI IV)

ü  Krim steril dibuat dengan cara aseptik (Fornas) dalam laminar air flow (LAF). Sterilisasi akhir dengan pemanasan tidak dilakukan untuk menghindari rusaknya sediaan.

(Pharmaceutical Handbook, 18th ed., London, The Pharmaceutical Press.):  Beberapa hal yang harus diperhatikan pada proses aseptik, yaitu antara lain udara, operator, perabotan, perlengkapan, dan peralatan.

1.        Udara
Idealnya digunakan udara steril yang dibuat dengan Filtration of Air. Hal ini dapat dicapai dengan mengatur kecepatan udara masuk sedikit lebih tinggi daripada udara keluar. Udara dalam ruangan akan berganti 10-20 kali setiap jam sehingga organisme akan terbawa keluar. Tekanan yang tinggi akan mencegah masuknya udara yang terkontaminasi dari luar. Laminar Air Flow (LAF) cabinet ideal digunakan untuk proses aseptik. Cabinet diisi udara steril dari filter absolut dari dinding belakang. Semua area operasi terus menerus dialiri oleh udara steril selama proses sehingga kontaminasi berlebihan dapat dihindari.
2.        Operator merupakan sumber utama kontaminan.
Sebaiknya jangan menggunakan semua pakaian normal sebelum masuk ke daerah aseptik dan menggantinya dengan pakaian steril, yaitu gown, cap, mask, celana panjang, dan boot/sepatu kanvas. Sebaiknya tidak ada permukaan kulit yang tidak tertutup. Tangan dicuci dengan air panas bersabun dan menggunakan larutan baktersida yang tepat (misalnya: chlorhexidin, alcohol) sebelum menggunakan sarung tangan steril.
3.        Perabotan dan perlengkapan.
Perabotan yang digunakan hanya bangku kerja yang memiliki permukaan tidak kasar dan sebaiknya tidak dapat ditembus oleh bakterisida.
4.       Peralatan
Semua peralatan yang digunakan disterilisasi dengan menggunakan cara yang sesuai, misalnya dengan autoclave atau pemanasan kering. Lindungi peralatan dari kontaminan sebelum digunakan dengan membungkusnya secara dobel. Tidak disarankan untuk mengelap dengan larutan bakterisida  kecuali tidak ada metode lain yang tersedia.
Proses aseptik:
Menyiapkan daerah kerja dan menyusun bahan serta alat yang dibutuhkan. Hal ini termasuk mensterilkan permukaan atau area dengan baktersida.
Air treatment (ventilation, electrostatic precipitation, dll) untuk mengurangi jumlah kontaminan yang dapat disebabkan oleh pergerakan.
Proses aseptik dilakukan dengan prinsip menghindari sentuhan yang tidak diperlukan sedapat mungkin serta mengurangi jumlah dan pergerakan operator untuk mengurangi resiko kontaminasi.
Sampel dipilih dan diuji sterilitasnya.
Sterilisasi mortar:
Tidak diketahui à Tanya dosen
Pemanasan mortar dalam laboratorium steril, terkadang dengan membakar mortar (alcohol+ api). Pembakaran tidak dilakukan di bawah LAF.
5.        Wadah (hal. 136-137):
a.     Metal
Sterilisasi dengan pemanasan pada suhu 170 oC minimal selama 1 jam. Selain itu juga dapat digunakan high vacuum autoclaving. Proses “flaming”/pembakaran untuk sterilisasi tidak dianjurkan kecuali saat darurat. Waktu yang cukup untuk mensterilisasi dapat menyebabkan terjadinya oksidasi logam dan beberapa bahan yang kecil (fine particles) dapat hancur.
b.     Plastik
Polivinil klorida, politetrafloroetilen dan irradiated polyethylene dapat disterilisasi dengan autoclave dengan cara yang sama dengan karet. Alat yang baru dapat melepaskan sejumlah material larut air sehingga semua alat baru harus diperlakukan seperti karet sebelum digunakan. Polistiren bersifat termolabil dan paling baik disterilisasi menggunakan etilen oksida atau radiasi ion. Polietilen dengan berat jenis rendah dapat mengabsorbsi air jika dididihkan atau di-autoclave dan akan berubah bentuk. Sedangkan polimetilakrilat (perspex) bersifat termolabil dan sangat terdegradasi oleh radiasi ion. Keduanya paling baik disterilisasi dengan menggunakan etilen oksida. Plastik yang bersifat termolabil akan tenggelam dalam larutan bakterisida seperti chlorhexidina, quarternary ammonium compounds, phenolics, dan hypochlorite. Plastik dapat mengabsorbsi dan mengikat berbagai jenis larutan kimia sehingga cara sterilisasi dengan bakerisida tidak dianjurkan kecuali dalam kondisi darurat dan sudah diketahui tidak berefek terhadap plastik dan produknya.
c.      Karet
Karet alam, sintetik dan silicon sebaiknya dicuci dengan detergen yang cocok, dibilas, kemudian dididihkan dalam air desilata beberapa kali sebelum digunakan sehingga diketahui bahwa bahan tersebut cukup kuat unuk diperlakukan seperti itu. Pendidihan pada karet yang baru dapat menghilangkan sebanyak mungkin bahan yang larut air sebelum digunakan. Bagian alat yang terbuat dari karet dapat disterilisasi dengan autoclave dan tidak dengan pemanasan kering. Selain itu juga dimasukkan air ke dalam bagian alat yang berbentuk tabung. Beberapa jenis karet silicon dapat dipanaskan secara kering apabila diperlukan

(Buku penuntun praktikum teknologi farmasi sediaan steril, benny logawa):
Sterilisasi wadah
Tube
Tube dan tutupnya (jika terbuat dari logam) dicuci dengan air suling yang dilewatkan saringan G3 (0,22 μm), kemudian diletakkan terbaring dalam kaleng bersih bermulut lebar dan tidak tertutup rapat, disterilkan dalam oven suhu 170 oC selama 2 jam (untuk apoteker). Tutup tube dari bahan plastik, disterilkan dengan cara merendamnya dalam alkohol 70% selama 2 jam (untuk apoteker), kemudian dikeringkan dalam oven (hati-hati jangan sampai meleleh)
Teknik pengisian sediaan ke dalam wadahnya.
Pasangkan tutup tube dengan baik. Masa salep atau krim ditimbang di atas kertas perkamen persegi panjang, kemudian digulung dan dimasukkan ke dalam tube dengan bantuan dua pinset steril (untuk praktikum) atau dihaluskan lebih dahulu dalam three roller mill, kemudian dipindahkan kedalam zalf filler steril sebelum diisikan ke dalam tube (untuk apoteker). Dasar tube ditekuk dengan alat penekuk tube.
Pembuatan sediaan krim steril dilakukan secara aseptik dalam ruangan bersih lengkap dengan laminar air flow (LAF)
Sterilisasi sediaan
zat aktif yang tahan suhu sterilisasi, disterilkan terlebih dahulu, sedangkan basis krim yang terdiri dari fase air dan fase minyak ditimbang 20-25% berlebih. Untuk zat hidrofob, disarankan menggunakan surfaktan.

UJI MUTU SEDIAAN AKHIR KRIM STERIL
Evaluasi  Fisik
1.      Penampilan (GA, Tek. Far. Likuida & Semisolid, hal.127)
2.      Homogenitas (GA, Tek. Far. Likuida & Semisolida, hal.127)
3.      Viskositas dan rheologi (Penuntun Praktikum Farfis. Hal.14)
4.     Ukuran partikel (Lachman, Teori dan Praktek Far. Industri, hal.1086/ Theory & Practice of Industrial Pharmacy, 3th ed., page 531; Prosedur BP’93 mengacu pada evaluasi untuk salep mata, hal.738)
5.      Stabilitas krim
6.  Dilakukan uji percepatan dengan menggunakan agitasi atau sentrifugasi ( Lachman, Teori dan Praktek Farmasi Industri, hal.1081)
7.      Isi minimum (FI IV<861>, hal.997)
8.     Penentuan tipe emulsi (Martin, Far. Fisika, hal.1144-1145)
9.     Penetapan pH (PI IV<1071>, hal.1039-1040)
10. Uji pelepasan bahan aktif dari sediaan
Evaluasi Kimia
1.      Identifikasi (tergantung monografi)
2.      Uji penetapan kadar (tergantung monografi)
Keterangan: semua uji-uji tersebut sama dengan pada pengujian krim tidak steril, jadi mengacu pada keterangan krim sebelumnya.
Evaluasi  Biologi
1.   Uji efektivitas pengawet antimikroba (FI IV <61>, hal.854-855)
    Pengujian dimaksudkan untuk menunjukkan efektivitas pengawet antimikroba yang ditambahkan pada sediaan dosis ganda yang dibuat dengan dasar atau bahan pembawa berair. Pengujian dan persyaratan hanya berlaku pada produk di dalam wadah asli belum dibuka yang didistribusikan oleh produsen. Mikroba uji, media, pembuatan inokula, prosedur dan penafsiran hasil lihat di FI IV hal 854-855.
2.   Penetapan potensi antibiotik (FI IV <131>, hal.891-899)
3.   Uji sterilitas (FI IV <71>, hal. 855-862)
     Prosedur ini digunakan untuk menetapkan apakah bahan farmakope yang harus memenuhi syarat berkenaan dengan uji sterilitas seperti yang tertera pada masing- masing monografi. Keterangan mengenai media, cairan pengencer dan pembilas, uji sterilitas, bakteriostatik dan fungistatik, dan prosedur umum lihat di FIIV hal.855-862. Pengujian sterilitas sediaan krim digolongkan menjadi dua bagian, yaitu: Salep dan minyak yang tidak larut dalam isopropyl miristat (FI IV hal 859-860) Salep dan minyak yang larut dalam isopropyl miristat (FI IV hal862)

0 komentar:

Posting Komentar