Apabila sediaan terutama ditujukan untuk penggunaan pada luka terbuka yang besar atau pada kulit yang terluka parah, maka krim harus steril. Sediaan harus memenuhi uji serilitas. (BP ’93 hal.756). Hal yang harus diperhatikan untuk sediaan krim steril antara lain adalah:
ü Metode/prosedur
pembuatan. (Van Duin).
Pembuatan basis krim steril :
Ø Semua
bahan yang larut air ditempatkan dalam cawan dan disterilkan pada 115-116°C selama 30
menit.
Ø Semua
bahan larut minyak ditempatkan pada cawan dan
disterilkan pada suhu 170°C
selama 1 jam dalam oven.
ü Sterilitas : bila krim berlabel steril maka harus memenuhi
uji sterilitas (BP ’93 hal.756, lihat lampiran
XVI A)
ü Penandaan : bila perlu krim tersebut steril (BP ’88 hal. 650)
ü Memilih cara pemecahan masalah:
Ø Dengan
mempertimbangkan zat aktif yang digunakan kemudian dipilih basis krim yang
mungkin digunakan.
Ø Dengan
pertimbangan stabilitas dispers zat aktif dan kemudahan untuk dioleskan, pilih
formula basis
Ø Pilih
zat tambahan yang diperlukan dengan mempertimbangkan ketersatuan dengan zat
aktif dan basis.
Ø Untuk
sediaan topikal, krim steril tidak
perlu ditambahkan pewarna dan pewangi.
Ø Untuk
sediaan krim steril, dibuat secara aseptik. Zat aktif, basis dan zat pembantu
harus disterilkan.
ü Merencanakan pelaksanaan persoalan:
Ø Formula
Ø Jumlah
krim yang akan dibuat, diambah 250 g untuk evaluasi
Ø Penimbangan
untuk zat aktif, basis dan zat tambahan
Ø Cara
kerja, perhatikan untuk krim steril dan krim non steril. Lihat cara pembuatan
krim
Ø Evaluasi
krim
Ø Uji
mutu sediaan akhir krim steril, lihat uji mutu sediaan krim + uji sterilitas (tek.far likuid & semisolid, penuntun
prakt. Farfis, lachman teory dan praktek far. Industri, martin farfis, FI IV)
ü Krim steril dibuat dengan cara aseptik (Fornas) dalam
laminar air flow (LAF). Sterilisasi akhir dengan pemanasan tidak dilakukan
untuk menghindari rusaknya sediaan.
(Pharmaceutical Handbook, 18th ed., London, The
Pharmaceutical Press.): Beberapa hal yang harus diperhatikan pada
proses aseptik, yaitu antara lain udara, operator, perabotan, perlengkapan, dan
peralatan.
1.
Udara
Idealnya
digunakan udara steril yang dibuat dengan Filtration of Air. Hal ini dapat
dicapai dengan mengatur kecepatan udara masuk sedikit lebih tinggi daripada
udara keluar. Udara dalam ruangan akan berganti 10-20 kali setiap jam sehingga
organisme akan terbawa keluar. Tekanan yang tinggi akan mencegah masuknya udara
yang terkontaminasi dari luar. Laminar Air Flow (LAF) cabinet ideal digunakan
untuk proses aseptik. Cabinet diisi udara steril dari filter absolut dari
dinding belakang. Semua area operasi terus menerus dialiri oleh udara steril
selama proses sehingga kontaminasi berlebihan dapat dihindari.
2.
Operator merupakan sumber utama kontaminan.
Sebaiknya
jangan menggunakan semua pakaian normal sebelum masuk ke daerah aseptik dan
menggantinya dengan pakaian steril, yaitu gown, cap, mask, celana panjang, dan
boot/sepatu kanvas. Sebaiknya tidak ada permukaan kulit yang tidak tertutup.
Tangan dicuci dengan air panas bersabun dan menggunakan larutan baktersida yang
tepat (misalnya: chlorhexidin, alcohol) sebelum menggunakan sarung tangan
steril.
3.
Perabotan dan perlengkapan.
Perabotan
yang digunakan hanya bangku kerja yang memiliki permukaan tidak kasar dan sebaiknya tidak dapat ditembus
oleh bakterisida.
4.
Peralatan
Semua
peralatan yang digunakan disterilisasi dengan menggunakan cara yang sesuai,
misalnya dengan autoclave atau pemanasan kering. Lindungi peralatan dari
kontaminan sebelum digunakan dengan membungkusnya secara dobel. Tidak
disarankan untuk mengelap
dengan larutan bakterisida kecuali tidak
ada metode lain yang tersedia.
Proses
aseptik:
Menyiapkan
daerah kerja dan menyusun bahan serta alat yang dibutuhkan. Hal ini termasuk
mensterilkan permukaan atau area dengan baktersida.
Air
treatment (ventilation, electrostatic precipitation, dll) untuk mengurangi
jumlah kontaminan yang dapat disebabkan oleh pergerakan.
Proses
aseptik dilakukan dengan prinsip menghindari sentuhan yang tidak diperlukan
sedapat mungkin serta mengurangi jumlah dan pergerakan operator untuk
mengurangi resiko kontaminasi.
Sampel
dipilih dan diuji sterilitasnya.
Sterilisasi mortar:
Tidak diketahui à Tanya dosen
Pemanasan mortar dalam laboratorium
steril, terkadang dengan membakar mortar (alcohol+ api). Pembakaran tidak
dilakukan di bawah LAF.
5.
Wadah (hal.
136-137):
a.
Metal
Sterilisasi
dengan pemanasan pada suhu 170 oC
minimal selama 1 jam. Selain itu juga dapat digunakan high vacuum autoclaving.
Proses “flaming”/pembakaran untuk sterilisasi tidak dianjurkan kecuali saat
darurat. Waktu yang cukup untuk mensterilisasi dapat menyebabkan terjadinya
oksidasi logam dan beberapa bahan yang kecil (fine particles) dapat hancur.
b.
Plastik
Polivinil
klorida, politetrafloroetilen dan irradiated polyethylene dapat disterilisasi
dengan autoclave dengan cara yang sama dengan karet. Alat yang baru dapat
melepaskan sejumlah material larut air sehingga semua alat baru harus
diperlakukan seperti karet sebelum digunakan. Polistiren bersifat termolabil
dan paling baik disterilisasi menggunakan etilen oksida atau radiasi ion.
Polietilen dengan berat jenis rendah dapat mengabsorbsi air jika dididihkan
atau di-autoclave dan akan berubah bentuk. Sedangkan polimetilakrilat (perspex)
bersifat termolabil dan sangat terdegradasi oleh radiasi ion. Keduanya paling
baik disterilisasi dengan menggunakan etilen oksida. Plastik yang bersifat
termolabil akan tenggelam dalam larutan bakterisida seperti chlorhexidina, quarternary
ammonium compounds, phenolics, dan hypochlorite. Plastik dapat mengabsorbsi dan
mengikat berbagai jenis larutan kimia sehingga cara sterilisasi dengan
bakerisida tidak dianjurkan kecuali dalam kondisi darurat dan sudah diketahui
tidak berefek terhadap plastik dan produknya.
c.
Karet
Karet
alam, sintetik dan silicon sebaiknya dicuci dengan detergen yang cocok,
dibilas, kemudian dididihkan dalam air desilata beberapa kali sebelum digunakan
sehingga diketahui bahwa bahan tersebut cukup kuat unuk diperlakukan seperti
itu. Pendidihan pada karet yang baru dapat menghilangkan sebanyak mungkin bahan
yang larut air sebelum digunakan. Bagian alat yang terbuat dari karet dapat
disterilisasi dengan autoclave dan tidak dengan pemanasan kering. Selain itu
juga dimasukkan air ke dalam bagian alat yang berbentuk tabung. Beberapa jenis
karet silicon dapat dipanaskan secara kering apabila diperlukan
(Buku penuntun praktikum teknologi farmasi
sediaan steril, benny logawa):
Sterilisasi wadah
Tube
Tube
dan tutupnya (jika terbuat dari logam) dicuci dengan air suling yang dilewatkan
saringan G3 (0,22 μm), kemudian diletakkan terbaring dalam
kaleng bersih bermulut lebar dan tidak tertutup rapat, disterilkan dalam oven
suhu 170 oC selama 2 jam (untuk apoteker). Tutup tube dari bahan
plastik, disterilkan dengan cara merendamnya dalam alkohol 70% selama 2 jam
(untuk apoteker), kemudian dikeringkan dalam oven (hati-hati jangan sampai
meleleh)
Teknik pengisian sediaan ke dalam
wadahnya.
Pasangkan
tutup tube dengan baik. Masa salep atau krim ditimbang di atas kertas perkamen
persegi panjang, kemudian digulung dan dimasukkan ke dalam tube dengan bantuan
dua pinset steril (untuk praktikum) atau dihaluskan lebih dahulu dalam three roller mill, kemudian dipindahkan
kedalam zalf filler steril sebelum
diisikan ke dalam tube (untuk apoteker). Dasar tube ditekuk dengan alat penekuk
tube.
Pembuatan
sediaan krim steril dilakukan secara aseptik dalam ruangan bersih lengkap
dengan laminar air flow (LAF)
Sterilisasi sediaan
zat aktif yang tahan suhu
sterilisasi, disterilkan terlebih dahulu, sedangkan basis krim yang terdiri
dari fase air dan fase minyak ditimbang 20-25% berlebih. Untuk zat hidrofob, disarankan
menggunakan surfaktan.
UJI MUTU SEDIAAN AKHIR KRIM STERIL
Evaluasi
Fisik
1.
Penampilan (GA,
Tek. Far. Likuida & Semisolid, hal.127)
2.
Homogenitas (GA,
Tek. Far. Likuida & Semisolida, hal.127)
3. Viskositas
dan rheologi (Penuntun Praktikum Farfis.
Hal.14)
4.
Ukuran partikel (Lachman, Teori dan Praktek Far. Industri, hal.1086/ Theory &
Practice of Industrial Pharmacy, 3th ed., page 531; Prosedur BP’93 mengacu pada
evaluasi untuk salep mata, hal.738)
5.
Stabilitas krim
6. Dilakukan
uji percepatan dengan menggunakan agitasi atau sentrifugasi ( Lachman, Teori dan Praktek Farmasi
Industri, hal.1081)
7.
Isi minimum (FI
IV<861>, hal.997)
8. Penentuan
tipe emulsi (Martin, Far. Fisika,
hal.1144-1145)
9.
Penetapan pH (PI IV<1071>, hal.1039-1040)
10. Uji
pelepasan bahan aktif dari sediaan
Evaluasi Kimia
1.
Identifikasi (tergantung monografi)
2.
Uji penetapan kadar (tergantung monografi)
Keterangan: semua uji-uji tersebut sama
dengan pada pengujian krim tidak steril, jadi mengacu pada keterangan krim
sebelumnya.
Evaluasi
Biologi
1. Uji efektivitas pengawet antimikroba (FI IV <61>, hal.854-855)
Pengujian dimaksudkan untuk menunjukkan efektivitas pengawet
antimikroba yang ditambahkan pada sediaan dosis ganda yang dibuat dengan dasar
atau bahan pembawa berair. Pengujian dan persyaratan hanya berlaku pada produk
di dalam wadah asli belum dibuka yang didistribusikan oleh produsen. Mikroba
uji, media, pembuatan inokula, prosedur dan penafsiran hasil lihat di FI IV hal 854-855.
2. Penetapan
potensi antibiotik (FI IV <131>,
hal.891-899)
3. Uji sterilitas (FI IV
<71>, hal. 855-862)
Prosedur ini digunakan untuk menetapkan apakah bahan farmakope
yang harus memenuhi syarat berkenaan dengan uji sterilitas seperti yang tertera
pada masing- masing monografi. Keterangan mengenai media, cairan pengencer dan
pembilas, uji sterilitas, bakteriostatik dan fungistatik, dan prosedur umum
lihat di FIIV hal.855-862. Pengujian
sterilitas sediaan krim digolongkan menjadi dua bagian, yaitu: Salep dan minyak
yang tidak larut dalam isopropyl miristat (FI
IV hal 859-860) Salep dan minyak yang larut dalam isopropyl miristat (FI IV hal862)
0 komentar:
Posting Komentar